DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi adalah satu istilah yang sudah sering kita
dengar, bahkan dari semenjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) istilah ini sudah
menjadi materi pembelajaran. Seperti yang telah kita ketahui bahwa istilah
“Demokrasi” berasal dari bahasa Yunani Kuno yang tepatnya dari Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Kata “Demokrasi” berasal dari
dua kata, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “kratos” atau
“cratein” yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kita pun tahu bahwa demokrasi adalah
suatu bentuk sistem pemerintahan yang digunakan oleh suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan
oleh pemerintah
negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah mengikuti prinsip “trias
politica” yang membagi ketiga kekuasaan politik Negara
pada tiga bagian yaitu Eksekutif,
Yudikatif
dan Legislatif.
Masing-masing dijalankan oleh tiga jenis lembaga-lembaga negara yaitu
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
seperti DPR yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif.
Kesejajaran ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol. Jadi tidak ada istilah
kekuasaan tertinggi ataupun kekuasaan bawahan.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan dalam
arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presidennya hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Bahkan pemilihan umum ini sering disalah gunakan
misalnya dengan adanya money politic
yang sering beredar sebelum berlangsungnya pemilihan umum. Contoh lain dari
penyalahgunaan pemilihan umum seperti yang beberapa waktu lalu terjadi, yaitu
partai-partai besar yang secara sukarela menolong korban bencana alam. Acara
ini biasanya langsung diliput oleh stasiun TV dan bukan tidak mungkin menyedot
perhatian dan simpati masyarakat pada partai tersebut. Akan tetapi, lihatlah
setelah pemilihan umum usai, tak ada satu partai pun yang rela mengucurkan
dananya untuk menolong korban-korban itu.
Terkadang, demokrasi memang bernilai negatif. Mengapa
demikian?
Karena banyak yang menggunakan kekuasaan rakyat itu
untuk sesuatu yang salah. Misalnya saja masyarakat dihasut dengan alasan bahwa
calon partai politik (parpol) A adalah orang terkenal, sedang partai politik
(parpol) B orang yang tidak jelas. Hal-hal itu sering dimanfaatkan oleh para
politikus. Dan saat ini arti demokrasi sendiri sudah banyak
tercemar karena banyak yang mengartikan secara harafiah kata
demokrasi disamakan dengan kebebasan yang tanpa batas.
Lalu jika demikian apa bedanya antara demokrasi dan
liberalisme?
Sesungguhnya demokrasi bukanlah ideologi yang
memberikan ruang tak terbatas terhadap setiap keinginan dan kepentingan rakyat,
hingga terlalu bebasnya peraturan tersebut akan membuat sistem pemerintahan di
Negara ini menjadi kacau karena selalu beralasan bahwa ini karena demokrasi.
Kita pun sering merubah sistem demokrasi di Negara kita contohnya pada masa Ir.
Soekarno kita menganut demokrasi liberal, lalu berubah menjadi demokrasi
terpimpin yang kemudian jatuh setelah perstiwa G30S/PKI, dan terakhir menjadi
demokrasi Pancasila.
Negara kita bukanlah Negara Amerika yang berkomitmen
pada hak-hak individu sebagai suatu bangsa, karena demokrasi Indonesia sejak
terbentuknya berkomitmen pada persatuan dan kesatuan berbagai suku, agama, dan
ras sebagai satu bangsa. Namun memang tidak salah karena keduanya sama-sama
meletakkan sistem pemerintahannya dalam kondisi parlementer dimana rakyat
dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, tapi Amerika dapat menjamin
setiap warganegara Amerika bergerak bebas sebagai seorang warganegara Amerika,
dan seharusnya Indonesia menjamin setiap warganegara Indonesia bergerak bebas
sebagai seorang warganegara Indonesia yang tetap berpegang teguh pada demokrasi
Indonesia, bukan pada faham dan ajaran demokrasi orang amerika yang lebih menonjol
pada liberalisme.
Secara nyata, kita memang sulit memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Negara ini. Namun, kita harus dapat
merealisasikan dalam kehidupan kita terlebih dahulu contohnya dalam lingkungan
keluarga. Dalam keluarga hendaknya seorang imam tidak otoriter karena setiap
anggota keluarga berhak menyampaikan pendapat. Oleh karena itu, baiknya kita
menghormati dan juga menghargai apa yang menjadi aspirasi dari setiap anggota
keluarga. Setelah dari keluarga, kita bisa merealisasikan demokrasi di
masyarakat sekitar, baru kemudian pada lingkungan atau jaringan-jaringan yang
lebih luas dan seterusnya.
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa
demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah
di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa
dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang
mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan
nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara
warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh
nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Mengapa demikian?
Di media massa kita sering mendengar betapa sering
warganegara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi.
Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan,
supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi
warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk
merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan
seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai
demokrasi itu kurang di praktekan.
Pembicaraan tentang demokrasi memang tidak akan ada
akhirnya. Karena itu sebaiknya kita sebagai warga Indonesia yang baik hendaknya
kita dapat menjalankan demokrasi ini sesuai dengan landasan-landasan yang telah
di buat atau yang telah disepakati, diantara landasan yang dimaksut adalah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
0 komentar:
Posting Komentar