Minggu, 24 Maret 2013

Demokrasi Di Indonesia (Esay)



DEMOKRASI DI INDONESIA

Demokrasi adalah satu istilah yang sudah sering kita dengar, bahkan dari semenjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) istilah ini sudah menjadi materi pembelajaran.  Seperti yang telah kita ketahui bahwa istilah “Demokrasi” berasal dari bahasa Yunani Kuno yang tepatnya dari Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “kratos” atau “cratein” yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kita pun tahu bahwa demokrasi adalah suatu bentuk sistem pemerintahan yang digunakan oleh suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah mengikuti prinsip “trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik Negara pada tiga bagian yaitu Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif. Masing-masing dijalankan oleh tiga jenis lembaga-lembaga negara yaitu lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Kesejajaran ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol. Jadi tidak ada istilah kekuasaan tertinggi ataupun  kekuasaan bawahan.

Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presidennya hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Bahkan pemilihan umum ini sering disalah gunakan misalnya dengan adanya money politic yang sering beredar sebelum berlangsungnya pemilihan umum. Contoh lain dari penyalahgunaan pemilihan umum seperti yang beberapa waktu lalu terjadi, yaitu partai-partai besar yang secara sukarela menolong korban bencana alam. Acara ini biasanya langsung diliput oleh stasiun TV dan bukan tidak mungkin menyedot perhatian dan simpati masyarakat pada partai tersebut. Akan tetapi, lihatlah setelah pemilihan umum usai, tak ada satu partai pun yang rela mengucurkan dananya untuk menolong korban-korban itu.

Terkadang, demokrasi memang bernilai negatif. Mengapa demikian?
Karena banyak yang menggunakan kekuasaan rakyat itu untuk sesuatu yang salah. Misalnya saja masyarakat dihasut dengan alasan bahwa calon partai politik (parpol) A adalah orang terkenal, sedang partai politik (parpol) B orang yang tidak jelas. Hal-hal itu sering dimanfaatkan oleh para politikus.  Dan saat ini arti demokrasi sendiri sudah banyak tercemar  karena  banyak yang mengartikan secara harafiah kata demokrasi disamakan dengan kebebasan yang tanpa batas.

Lalu jika demikian apa bedanya antara demokrasi dan liberalisme?
Sesungguhnya demokrasi bukanlah ideologi yang memberikan ruang tak terbatas terhadap setiap keinginan dan kepentingan rakyat, hingga terlalu bebasnya peraturan tersebut akan membuat sistem pemerintahan di Negara ini menjadi kacau karena selalu beralasan bahwa ini karena demokrasi. Kita pun sering merubah sistem demokrasi di Negara kita contohnya pada masa Ir. Soekarno kita menganut demokrasi liberal, lalu berubah menjadi demokrasi terpimpin yang kemudian jatuh setelah perstiwa G30S/PKI, dan terakhir menjadi demokrasi Pancasila.

Negara kita bukanlah Negara Amerika yang berkomitmen pada hak-hak individu sebagai suatu bangsa, karena demokrasi Indonesia sejak terbentuknya berkomitmen pada persatuan dan kesatuan berbagai suku, agama, dan ras sebagai satu bangsa. Namun memang tidak salah karena keduanya sama-sama meletakkan sistem pemerintahannya dalam kondisi parlementer dimana rakyat dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, tapi Amerika dapat menjamin setiap warganegara Amerika bergerak bebas sebagai seorang warganegara Amerika, dan seharusnya Indonesia menjamin setiap warganegara Indonesia bergerak bebas sebagai seorang warganegara Indonesia yang tetap berpegang teguh pada demokrasi Indonesia, bukan pada faham dan ajaran demokrasi orang amerika yang lebih menonjol pada liberalisme.

Secara nyata, kita memang sulit memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Negara ini. Namun, kita harus dapat merealisasikan dalam kehidupan kita terlebih dahulu contohnya dalam lingkungan keluarga. Dalam keluarga hendaknya seorang imam tidak otoriter karena setiap anggota keluarga berhak menyampaikan pendapat. Oleh karena itu, baiknya kita menghormati dan juga menghargai apa yang menjadi aspirasi dari setiap anggota keluarga. Setelah dari keluarga, kita bisa merealisasikan demokrasi di masyarakat sekitar, baru kemudian pada lingkungan atau jaringan-jaringan yang lebih luas dan seterusnya.

Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.

Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.

Namun, itu belum terjadi. Mengapa demikian?
Di media massa kita sering mendengar betapa sering warganegara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.

Pembicaraan tentang demokrasi memang tidak akan ada akhirnya. Karena itu sebaiknya kita sebagai warga Indonesia yang baik hendaknya kita dapat menjalankan demokrasi ini sesuai dengan landasan-landasan yang telah di buat atau yang telah disepakati, diantara landasan yang dimaksut adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

0 komentar:

Posting Komentar