BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku
bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman
budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya.
Suku bangsa merupakan faktor
utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan
kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah
akan sangat berpengaruh terhadap budaya nasional, begitu pula sebaliknya
kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah, akan sangat
berpebgaruh pula terhadap kebudayaan daerah/ kebudayaan lokal.
B. Identifikasi
Masalah
Kebudayaan merupakan suatu
kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu
daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Karena
kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu,
dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan
dilestarikan oleh setiap suku bangsa. Suku
Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia
yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.
C. Rumusan
Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut dan identifikasi masalah, agar dalam
penulisan ini dapat memperoleh hasil yang diinginkan, maka saya mengemukakan
beberapa rumusan masalah tentang suku Jawa. Rumusan masalah tersebut adalah:
1.
Nama dan bahasa suku Jawa?
- Lokasi keberadaan suku Jawa?
- Demografi suku Jawa?
- Mata Pencaharian suku Jawa?
- Organi sosial suku Jawa?
- Religi dalam suku Jawa?
- Kesenian pada suku Jawa?
- Sistem pengetahuan suku Jawa?
- Peralatan hidup suku Jawa?
- Perubahan/ Pemikiran individu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nama dan
Bahasa Suku Jawa
Secara Etimologi asal mula nama “Jawa”
tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah nama pulau ini berasal dari tanaman jáwa-wut,
yang banyak ditemukan dipulau ini pada masa purbakala, sebelum masuknya
pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama. Ada pula dugaan bahwa
pulau ini berasal dari kata jaú yang berarti "jauh". Dalam
Bahasa
Sanskerta yava berarti tanaman jelai, sebuah tanaman yang
membuat pulau ini terkenal. Yawadvipa disebut dalam epik India Ramayana.
Sugriwa,
panglima wanara (manusia kera) dari pasukan Sri Rama, mengirimkan
utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa) untuk mencari Dewi Shinta.
Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut
dengan nama Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa = pulau). Dugaan lain
ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa
Proto-Austronesia, yang berarti 'rumah'.
Menurut hikayat, asal muasal suku Jawa
diawali dari datangnya seorang satria pinandita yang bernama Aji Saka. Ia
adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak itu yang kini disebut
sebagai abjad huruf Jawa hingga saat ini. Maka dari itu, asal mula sajak inilah
yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka. Definisi suku Jawa adalah
penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain
itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk
berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung
berasal dari pulau Jawa. Demikian adalah definisi Magnis-Suseno mengenai suku
bangsa Jawa. Asal usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan,
yakni bahasa Jawa. Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh
masyarakat suku Jawa. Dua jenis bahasa ini tersedia sebagai berikut:
1.
Bahasa Lisan Suku Jawa
Suku Jawa sebagian besar
menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa
Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan
antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.
Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan
membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Mayoritas orang Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa sehari-hari. Sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa yang bercampur
bahasa Indonesia. Bahasa Jawa bisa dikatakan bahasa yang rumit karena selain
memiliki tingkatan berdasarkan siapa yang diajak bicara, bahasa Jawa juga
memiliki perbedaan dalam hal intonasi. Aspek bahasa ini mempengaruhi hubungan
sosial dalam budaya Jawa. Bahasa Jawa sendiri memiliki berbagai macam variasi
dialek atau pengucapan. Pada dasarnya, dialek tersebut dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
- Bahasa Jawa dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas dan dialek Bumiayu (dialek barat).
- Bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, dialek Yogyakarta dan dialek Madiun (dialek madya/tengah).
- Bahasa Jawa dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek Banyuwangi (dialek timur).
Dalam bahasa Jawa, pada dasarnya terdiri dari 3 kasta bahasa, yaitu:
ü Ngoko
(kasar)
ü Madya
(biasa)
ü Krama
(halus)
Dalam bahasa Jawa penggunaan tingkatan bahasa tersebut, tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini masih dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Terdapat juga bentuk bagongan dan kedhaton,
yang hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di lingkungan keraton. Dengan
demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu, ngoko andhap, madhya,
madhyantara, krama, krama inggil, bagongan dan kedhaton.
contoh kalimat:
- Bahasa Indonesia, "maaf, saya mau tanya rumah Budi itu, di mana?"
- Ngoko kasar, “eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
- Ngoko alus, “aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
- Ngoko meninggikan diri sendiri, “aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
- Madya, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?” (ini krama desa (substandar)).
- Madya alus, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar)).
- Krama andhap, “nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?” (dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa).
- Krama lugu, “nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”.
- Krama alus, “nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”.
2. Bahasa Tulisan Suku Jawa
Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya
yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya menjadi suatu
peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Aksara jawa disebut juga dengan nama
aksara Legenda. Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20
buah.
Setiap suku kata aksara Jawa mempunyai pasangan, yakni
kata yang berfungsi untuk mengikuti suku kata mati atau tertutup, dengan suku
kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyan, cecak dan layar.
Tulisan Jawa bersifat Silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan,
didalam aksara Jawa juga dikenal huruf kapital yang dinamakan Aksara Murda. Penggunaannya
untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama lembaga. Hanacaraka
atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan adalah aksara turunan aksara
Brahmi yang digunakan untuk naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa
Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak.
Hanacaraka dikenal sebagai (tulisan Jawa atau abjad
Jawa) ialah suatu sistem tulisan abjad suku
kata yang digunakan oleh orang Jawa untuk menulis dalam bahasa Jawa.
Ia juga digunakan di Bali,
Sunda,
dan Madura.
Bahkan ditemukan pula surat-surat dalam bahasa Melayu yang menggunakan tulisan
Hanacaraka. Tulisan ini berasal daripada tulisan kawi
yang mempunyai asal-usul dari tulisan
Brahmi di India.
Hanacaraka dinamakan sedemikian kerana lima huruf pertamanya membentuk
sebutan "ha-na-ca-ra-ka". Hanacaraka juga boleh merujuk kepada
kelompok sistem tulisan yang berkait rapat dengan tulisan Jawa dan menggunakan
susunan abjad yang sama, iaitu tulisan Jawa sendiri, tulisan Bali
dan tulisan Sunda.
Aksara Jawa Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf
pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara
murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara
(huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca,
dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
v Contoh
Tulisan
Jawa pada sebuah tanda di Tamansari, Yogyakarta
Sebuah
manuskrip purba dalam tulisan Jawa
3. Penyebaran
Bahasa Jawa
Penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa
ditemukan diberbagai daerah bahkan diluar negeri. Banyaknya orang Jawa yang
merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia,
sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung
Jawa, padang Jawa. Disamping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar
di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang
cukup signifikan adalah: Lampung (61,9%), Sumatera
Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera
Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe.
Khusus masyarakat Jawa di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para
kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya
di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa
Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek
dan beberapa kosa kata Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa didaerah lain
disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak
zaman penjajahan Belanda.
B.
Lokasi
suku Jawa
Suku Jawa merupakan
suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain diketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak tersebar dan menetap di Lampung,
Banten,
Jakarta, dan Sumatera
Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon.
Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing,
orang Samin, suku Bawean/Boyan,
Naga, Nagaring, suku Tengger
dan lain-lain. Suku Jawa hampir ada disegala penjuru
Indonesia, mulai dari daerah provinsi Sumatra Utara hingga ke wilayah paling
timur Indonesia, yaitu provinsi Papua.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
sekolompok orang Jawa pernah dibawa ke Suriname di Amerika Selatan, sebagai
buruh pekerja paksa, yang akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat
ini, dan membentuk suatu komunitas tersendiri di Suriname sebagai etnis Jawa,
yang tetap mempertahankan adat-istiadat serta budaya Jawa, disana
dikenal sebagai Jawa Suriname.
C.
Demografi
Suku Jawa
Secara keseluruhan
112.456.000 jiwa penduduk suku Jawa tersebar diberbagai penjuru nusantara,
bahkan sampai keluar negeri. Berikut data penduduk suku Jawa pada November 2012.
95.217.022
|
Jiwa
|
|
31.560.859
|
Jiwa
|
|
30.019.156
|
Jiwa
|
|
5.710.652
|
Jiwa
|
|
4.856.924
|
Jiwa
|
|
4.319.719
|
Jiwa
|
|
3.453.453
|
Jiwa
|
|
3.331.355
|
Jiwa
|
|
2.037.715
|
Jiwa
|
|
1.657.470
|
Jiwa
|
|
1.608.268
|
Jiwa
|
|
1.069.826
|
Jiwa
|
|
893.156
|
Jiwa
|
|
524.357
|
Jiwa
|
|
478.434
|
Jiwa
|
|
427.333
|
Jiwa
|
|
417.438
|
Jiwa
|
|
400.023
|
Jiwa
|
|
387.281
|
Jiwa
|
|
372.514
|
Jiwa
|
|
233.145
|
Jiwa
|
|
229.074
|
Jiwa
|
|
221.001
|
Jiwa
|
|
217.096
|
Jiwa
|
|
159.170
|
Jiwa
|
|
111.274
|
Jiwa
|
|
101.655
|
Jiwa
|
|
|
1 -
2.000.000
|
Jiwa
|
75.000
|
Jiwa
|
|
5.000
|
Jiwa
|
|
400
|
Jiwa
|
D.
Mata
Pencaharian Suku Jawa
Pada umumnya masyarakat bekerja pada segala bidang,
terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang
Jawa. Selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan,
perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan,
mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain,
karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak
lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan
besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
1. Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan
dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung,
ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di
tegalan. Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan
rosella.
2. Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik
perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara
laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jarring
3. Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan
itik dan lain-lain.
4. Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik,
ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Dalam suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata
pencaharian bertani, baik bertani disawah maupun tegalan, juga Beternak pada
umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian
Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
E.
Organisasi
Sosial Suku Jawa
1.
Sistem
Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan Jawa keturunan dari Ibu dan
Ayah dianggap sama haknya, dan warisan anak perempuan sama dengan warisan
laki-laki, tetapi berbeda dengan banyak suku bangsa yang lain, yang ada
Indonesia. Misalnya, dengan suku-suku Batak di Sumatra Utara, masyarakat jawa
tidak mengenal sistem marga. Susunan kekerabatan suku jawa berdasarkan pada
keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut Bilateral atau Parental yang
menunjukan sistem penggolongan menurut angkatan-angkatan. Walaupun hubungan
kekerabatan diluar keluarga inti tidak begitu ketat aturannya, namun bagi orang
jawa hubungan dengan keluarga jauh tetap penting.
Masyarakat Jawa dalam hal perkawinanya melalui
beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara perkawinan berlangsug selama
kurang lebih dua bulan, mencangkup:
- Nontoni; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
- Nglamar (meminang); Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
- Paningset; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cin-cin kawin.
- Pasok Tukon; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
- Pingitan; Calon istri tidak diper4bolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.
- Tarub; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.
- Siraman; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
- Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.
- Temon (Panggih manten); Saat pertemuan pengantin pria dengan wanita.
- Ngunduh Mantu (ngunduh temanten); Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria.
Jika di dalam perkawinan ada masalah antara suami
istri maka dapat dilakukan "Pegatan" (Perceraian). Jika istri
menjatuhkan cerai di sebut "talak" sedangkan istri meminta cerai
kepada suami di sebut "talik". Jika keinginan isteri tidak di
kabulkan oleh suami istri mengajukan ke pengadilan maka disebut
"rapak". Jika ingin kembali lagi jenjang waktunya mereka rukun
kembali adalah 100 hari di namakan "Rujuk" jika lebih dari 100 hari
dinamakan "balen" (kembali). Setelah cerai seorang janda boleh
menikah dengan yang lain setelah "masa Iddah".
2. Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai
pelapisan sosial. Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu
Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan Wong Cilik.
Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas
Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang berarti para adik. Dalam istilah
kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial
tertinggi di kalangan masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat karena
memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi
ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang
memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang
disekitarnya
Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam
masyarakat Jawa. pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para anggota keraton,
atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun
yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pu memiliki banyak tingkatan juga di
dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan
mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak
merujuk kepada seluruh masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih
mengacu kepada para muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang
belajar di pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
Terakhir, adalah wong cilik atau golongan masyarakat
biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan sosial. Biasanya golongan
masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau buruh.
Golongan wong cilik pun dibagi lagi menjadi beberapa golongan kecil lain yaitu:
- Wong Baku: golongan ini adalah golongan tertinggi dalam golongan wong cilik, biasanya mereka adalah orang-orang yang pertama mendiami suatu desa, dan memiliki sawah, rumah, dan juga pekarangan.
- Kuli Gandok atau Lindung: masuk di dalam golongan ini adalah para lelaki yang telah menikah, namun tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ikut menetap di tempat tinggal mertua.
- Joko, Sinoman, atau Bujangan: di dalam golongan ini adalah semua laki-laki yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tua, atau tinggal bersama orang lain. Namun, mereka masih dapat memiliki tanah pertanian dengan cara pembelian atau tanah warisan.
Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi
bagian-bagian kecil yang disebut dengan dukuh, dan setiap dukuh dipimpin oleh
kepala dukuh. Di dalam melakukan tugasnya sehari-hari, para pemimpin desa ini
dibantu oleh para pembantu-pembantunya yang disebut dengan nama Pamong Desa.
Masing-masing pamong desa memiliki tugas dan perananya masing-masing. Ada yang
bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban desa, sampai dengan
mengurus masalah perairan bagi lahan pertanian warga.
F.
Religi
Suku Jawa
1.
Kepercayaan/
Agama
Mayoritas orang Jawa menganut agama
Islam, sebagian yang lainya menganuti agama Kristian,
Protestan
dan Katolik,
termasuknya dikawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha
dan Hindu
juga ditemukan dikalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan suku
Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya
berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat.
Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan semua
budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa.
Suku Jawa berbeda dengan suku-suku lain dalam hal
pandangan hidup, jika suku lain selalu melabelkan agama tertentu sebagai
identitas kesukuannya, atau bukanlah bagian dari suku tertentu jika bukan
beragama tertentu, maka suku jawa merupakan suku yang universal identitas
sukunya tidak dibangun oleh agama maupun ras tertentu walaupun setiap individu
jawa wajib beragama dan dituntun untuk melaksanakan syariat agamanya yang mesti
dilaksanakan dengan taat oleh pribadi jawa yang memeluknya sebagai konsekwensi
hidup sebagai hamba tuhan.
Suku jawa memposisikan diri sebagai suku universal dan
sebagian mengatakan jawa bukanlah sebuah suku namun dia adalah Jiwa dari setiap
individu baik dia muslim maupun non-muslim sehingga dapat kita lihat pandangan
hidupnya yang mengayomi semua agama dan muslim sebagai pemimpinnya karena
memang sebagai mayoritas bisa dilihat kesultanan-kesultanan yang dibangun oleh
suku jawa yang bercorakkan islam, namun tetap menghargai suku jawa non-muslim
yang tidak beragama islam karena agama adalah iman dan keyakinan pilihan jiwa,
dan jika orang jawa mayoritasnya adalah non muslim maka ia juga berkewajban
mengayomi hak-hak suku jawa yang beragama lainnya karena memang itu pandangan
hidup yang ditanamkan kepada orang-orang jawa hal sesuai dengan firman Allah
dalam Al-Quran surat Al-Mumtahanah (80:8).
Selain itu masyarakat Jawa percaya terhadap hal-hal
tertentu yang dianggap keramat, yang dapat mendatangkan mala petaka jika di
tintang atau diabaikan. Kepercayaan itu diantaranya :
- Kepercayaan terhadap Nyi roro kidul
- Kepercayaan kepada hari kelahiran (Wathon)
- Kepercayan terhadap hari-hari yang dianggap baik
- Kepercayaan kepada Nitowong
- Kepercayaan kepada dukun prewangan
2.
Upacara
keagamaan
Suku Jawa yang kaya akan tradisi
memiliki beberapa macam upacara keagamaan adat. Upacara ini biasa dilaksanakan
oleh pihak Keraton Surakarta. Beberapa diantaranya adalah upacara Garebeg.
Upacara ini dilakukan tiga kali dalam satu tahun penanggalan Jawa, yaitu
tanggal 12 bulan Mudul (bulan ketiga), tanggal 1 bulan Syawal (bulan
kesepuluh), dan tanggal 10 bulan Besar (bulan kedua belas). Pada hari itu raja
mengeluarkan sedekahnya sebagai perwujudan rasa syukur.
Upacara lainnya adalah
sekaten. Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama 7
hari. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi
Muhammad saw.
Malam satu suro dalam
masyarakat Jawa merupakan suatu perayaan tahun baru menurut kalender Jawa. Di
Keraton Surakarta, upacara ini diperingati dengan Kirab Mubeng Benteng
(arak-arakan mengelilingi benteng keraton).
G.
Kesenian
Suku Jawa
Orang Jawa terkenal dengan budaya
seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang.
Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita
Ramayana
dan Mahabharata.
Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk
ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali
memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Sistem
kesenian masyarakat jawa memiliki dua tipe yaitu, tipe jawa tengah dan jawa
timur.
1. Kesenian tipe jawa tengah
Wujud kesenian tipe jawa tengah bermacam-macam
misalnya sebagai berikut:
- Seni Tari Contoh: Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari bambang cakil, tari jaipong.
- Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora jamu, gek kepiye dan pitik tukung.
- Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah.
- Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara lain adalah ketoprak.
2. Kesenian tipe jawa timur
Wujud kesenian dari pesisir dan ujung timur serta
madura juga bermacam-macam, misalnya sebagai berikut:
- Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda lumping.
- Seni pewayangan antara lain wayang beber.
- Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari Madura) dan ngidung (dari Surabaya).
- Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
3. Rumah adat jawa
Rumah adat Jawa antara lain corak limasan dan joglo.
Rumah situbondo merupakan model rumah adat jawa timur yang mendapat pengaruh
dari rumah madura.
4. Pakaian adat jawa
Pakaian pria jawa tengah adalah penutup kepala yang di
sebut kuluk, berbaju jas sikepan, korset dan kris yang terselip di pinggang.
Memakai kain batik dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya
memakai kain kebaya panjang dengan batik sanggulnya disebut bakor mengkurep
yang diisi dengan daun pandan wangi.
H.
Sistem
Pengetahuan Suku Jawa
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada,
berkembang, dan masih ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau
kalender. Bentuk kalender Jawa adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju
dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena
penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan
bahkan sedikit budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat
ini, walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap
dalam menggambarkan penanggalan, karena didalamnya berpadu dua sistem
penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan
juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari
yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara
yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini,
dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan
mataram, yang sedang berusaha menytebarkan agama islam di pulau Jawa,
mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender
hijriah, namun angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan.
Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun
saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa juga terdapat dua versi
nama-nama bulan, yaitu nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender
Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya
adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb,
ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem
penanggalan komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam
menentukan masa bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan
sistem kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun
terdapat dua belas bulan.
I.
Peralatan
Hidup Masyarakat Suku Jawa
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki
peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol
adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa
memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada
beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat
suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong.
Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena
rumah ini merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan
rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan,
misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang
bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi
rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik
bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang
telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman
kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting. Dalam
sektor pertanian, alat-alat pertanian diantantaranya: bajak (luku), grosok,
bakul besar tenggok, garu.
J.
Perubahan/
Pemikiran Individu
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai
macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut
kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu
bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. suku Jawa adalah
penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain
itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk
berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung
berasal dari pulau Jawa. Secara keseluruhan penduduk suku Jawa tersebar diberbagai
penjuru nusantara, bahkan sampai keluar negeri.
Secara
umum suku Jawa memiliki mata pencaharian yang dominan dibidang pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan. Memiliki sistem kekerabatan yang jelas
dan erat, bersosial baik, dan bermasyarakat dengan rukun meski memiliki
tingkatan stratifikasi sosial.
Dalam
kepercayaan atau keagamaan dalam suku Jawa, suku Jawa lebih bersifat universal
dan memiliki toleransi yang tinggi, yaitu tidak menekan kepada masyarakatnya
untuk memeluk agama tertentu, meski masyarakat diwajibkan memeluk salah satu
agama.
Suku
Jawa memiliki banyak kesenian yang beranekaragam diantaranya adalah seni tari,
seni tembang, seni pewayangan, seni teater tradisional dan lai sebagainya.
Kesenian-kesenian tersebut telah menjadi budaya yang sangat beranekargam, budaya
Jawa merupakan salah satu faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka
segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suku Jawa merupakan
suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain diketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak tersebar dan menetap di Lampung,
Banten,
Jakarta, dan Sumatera
Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon.
Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing,
orang Samin, suku Bawean/Boyan,
Naga, Nagaring, suku Tengger
dan lain-lain. Suku Jawa hampir ada disegala penjuru
Indonesia, mulai dari daerah provinsi Sumatra Utara hingga ke wilayah paling
timur Indonesia, yaitu provinsi Papua.
Suku jawa yang berada didaerah pulau Jawa maupun yang
tersebar diseluruh Nusantara merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan,
mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain.
Semua itu
membuktikan bahwa suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Dan
dari kekayaan budaya yang di miliki suku jawa itulah yang menbuatnya berberda
dengan suku-suku serta kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di Indonesia.
B.
Saran
Suku Jawa adalah salah satu dari ragam
suku yang ada di Indonesia, budaya pada suku jawa merupakan salah satu faktor
utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada
budaya suku Jawa akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah,
kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan
budaya baik budaya Jawa maupun budaya lokal atau budaya daerah lainya maupun
budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian dan jati diri
dari bangsa Indonesia.
sumber pustakanya mana yah ?
BalasHapusowh gitu ya hehe
BalasHapuskarya yg bagus,tapi daftar pustakanya koq ga ada ya ?
BalasHapusBagus nih, saya mau mengkutip buat bahan penelitian tapi belum ada daftar pustaknya.
BalasHapusSaran aja kak, akan lebih bagus lagi kalo dikasih Refrensinya 😅
BalasHapusmakasih banyakk, membantu banget bwt tugas anak SMA. terus berkarya yaa������
BalasHapusTrimakasih karna telah menyempatkan waktu untuk membuan jawaban yg panjang lebar, teks ini membantu saya untuk mengerjakan beberapa tugas.semangt ya kembangkan jawaban jawaban yg benar untuk kami.
BalasHapus